belajar bela diri

Advertisement
Saya cukup terkejut melihat melihat google webmaster yang menunjukkan keyword yang mengarahkan ke tulisan-tulisan saya terkait beladiri, terutama kungfu atau silat harimau. Yang paling banyak adalah tentang belajar beladiri, silat, kungfu tanpa guru!




Tanpa bermaksud mengecilkan harapan teman-teman yang ingin belajar bela diri tanpa guru, saya coba untuk menjelaskan betapa mustahilnya harapan kalian. Sebagai gambaran saat menulis artikel ini usia saya sudah menuju 41 tahun dan beladiri yang pertama kali saya pelajari adalah karate, tepatnya di usia 8 tahun saat saya duduk di kelas 2 sekolah dasar. Saya belajar karate selama 4 tahun di bawah sempai Emil Lahinda, seorang guru yang mengenalkan saya pada karate dan sayang sekali sejak usia 12 tahun saya tidak pernah lagi berjumpa dengan beliau. Hal yang saya sesalkan hingga saat ini adalah, saya tidak mengikuti saran beliau untuk menempuh ujian Dan I.

Setelah mondar mandir berbagai perguruan justru di usia 37 tahun saya menemukan banyak sekali pencerahan dalam bela diri, dimulai dengan belajar Zhen Qi, ilmu seni energi atau qigong yang diperkirakan berusia 4500 tahun. Ilmu ini saya pelajari dari bapak Budiman Handjaja, ilmu duduk, tempel ujung lidah di langit-langit mulut dan mulai memperhatikan nafas. Pada beliau ini saya belajar banyak sekali filosofi dan tradisi keilmuan bangsa china. Biaya 1,8 juta untuk belajar ilmu ini selama 13 hari berturut-turut @ 4 jam menurut saya setara atau bahkan terhitung murah. Ilmu dari beliau ini terus terang banyak membuka wawasan saya tentang apa yang telah dan akan saya lakukan. Ilmu dari beliau ini pula yang membuat saya mudah menyerap ilmu-ilmu yang saya pelajari kelak.


Di usia 39 tahun saya kebetulan ditugaskan ke kota Surabaya, di sini saya belajar Kuntao Shaolin Selatan aliran Mpek King Yang. Waktu yang singkat, namun padat ilmu dan filosofi, itu yang saya rasakan ketika berinteraksi dengan 3 orang pembimbing saya, yaitu Oom The Khang Hay, Oom Roy Soetanto dan Oom Sing Yen. Selama 4 bulan saya cuma diajarkan Sam Chien, sejenis jurus pernafasan khas Kungfu Selatan, di Jepang dikenal dengan nama Sanchin. Selama saya belajar bela diri baru kali ini ada guru yang menanyakan motivasi saya belajar beladiri, beliau adalah Oom Khang Hay. Saya berbincang cukup panjang dengan beliau di rumah makan miliknya sebelum saya diperkenankan belajar kuntao ini. Saya masih ingat persis jawaban yang saya berikan ketika diajukan pertanyaan itu, "Saya cari guru oom, bukan cari jagoan berantem. Yang jago berantem saya sudah sering ketemu." Saya pun masih ingat jawaban beliau yang diiringi dengan wajah gembira, "Betul!" Jika selama ini saya belajar beladiri rata-rata guru memberikan formulir pendaftaran, hanya beliau yang bertanya tentang motivasi dan memberi banyak nasihat. Tidak pun saya jadi jago berkelahi tapi di sini saya dididik supaya jadi orang yang yang lebih baik.

Sepulang dari Surabaya saya mencari ilmu lain, yaitu silat. Saya berkesempatan berkenalan dengan sesepuh perguruan Gerak Saka yaitu Muhammad Sani atau yang akrab dipangggil Bang Nani. Beliau mengarahkan saya untuk belajar di perguruan Gerak Saka di bawah bimbingan Bang Andri. Di gerak saka saya belajar ilmu tempelan yang bertumpu pada permainan rasa, sesuatu yang baru bisa diperoleh setelah menguasai kecepatan dan refleks. Terlalu banyak ilmu yang saya peroleh di perguruan yang sampai saat ini saya masih belajar di sana, tapi ada satu hal yang mengetuk kesadaran saya tentang beladiri, yaitu satu filosofi sederhana, "Elu punya 1000 jurus, tapi tangan lu cuma 2.." Punya jurus banyak oke tapi ada yang harus diingat kita cuma punya 2 tangan dan 2 kaki, dalam satu waktu mustahil keluar 1000 jurus secara bersamaan. Kenyataannya jurus keluar satu demi satu dan jeleknya lagi jurus-jurus yang dipelajari adalah sebagaimana yang saya pahami selama ini adalah jurus mati. Jurus yang mengharapkan skenario, kalau begini solusinya gitu, kalau dipukul begini nangkisnya begono, kalau sudah ditangkis tangannya dipegang dan dikunci dst. Lha kalau lawannya gak mau digituin gimana? Hal ini dan juga persaudaraan di perguruan yang membuat saya masih merasa kurang dan memaksa saya untuk terus belajar dan belajar.

Salah satu kebiasaan saya ketika tugas di Ternate adalah fitness. Di Jakarta saya masih sempat fitness dan bertemu dengan teman- teman yang unik, salah satunya menginformasikan ada latihan Shaolin yang dibimbing langsung oleh seorang bhiksu yang bernama Victor Liu (Shi Han Yao). Terus terang ini godaan besar, mungkin karena saya dibesarkan di tradisi ini selama bertahun-tahun oleh Sifu Gatut Suwardhana. Saya mencari info di internet, tanya sana sini dan saya coba free trial yang akhirnya berlanjut rutin. Di sini saya belajar 3 ilmu, Ba Duan Jin yaitu satu set latihan senam pernafasan yang berisi 8 gerakan yang konon dipopulerkan oleh Jenderal Yue Fei sekitar 1000 tahun yang lalu. Belajar pula Qi Xing Quan atau jurus 7 Bintang yang terkenal sebagai jurus dasar murid-murid Shaolin selama ratusan tahun. Belajar pula Da Dao atau jurus Golok Besar. Untuk yang terakhir ini terus terang saya lebih banyak lupanya dibanding ingatnya.. hehehe... Setelah kurang lebih belajar 1 tahun, karena sesuatu dan lain hal saya tidak meneruskan latihan shaolin. Namun Ba Duan Jin adalah ilmu yang masih saya latih tiap hari. Di sini saya menyadari bahwa sehat adalah segalanya, sejago-jago pendekar kalau sudah kena stroke apa yang bisa dibikin? Sebelum anda jago berantem, anda harus pastikan bahwa anda sehat.

belajar bela diri
belajar bela diri

Masih belajar gerak saka saya diperkenalkan oleh saudara seperguruan saya akan keberadaan satu kungfu yang kemudian memaksa saya harus membeli komik "Kenji" yaitu kungfu Ba Ji Quan. Saya belajar ilmu ini di Perguruan Energi Alam Semesta (PEAS) di bawah bimbingan Sifu Martin Wong. Kebetulan PEAS mengajarkan 2 macam ilmu, yaitu Baji Quan aliran Han dan Tai Chi Chuan aliran Chen. Sampai hari ini pula saya belajar Taiji juga karena nekad mendaftar jadi asisten pelatih Taiji. Di perguruan ini saya mempelajari hal-hal mendasar dari  sebuah beladiri internal, yaitu struktur dan fundamental. Banyak perguruan yang luput mengajarkan 2 hal ini entah karena kesengajaan atau memang guru yang bersangkutan juga tidak diajarkan oleh gurunya.. Satu hal yang saya yakini adalah ilmu-ilmu yang beliau ajarkan adalah ilmu berkualitas, diturunkan dengan lineage yang jelas dan diajarkan dengan sistematis, maklum profesi beliau selain guru kungfu juga seorang programmer yang handal.. hehehe.. Di sini saya belajar sejauh dan sebanyak apa pun ilmu yang dimiliki, kita harus menaruh perhatian lebih terhadap struktur dan fundamental. Tiada hari tanda zhan zhuang, kua ma, side strech dan side punch.

Saya tidak menghilangkan keisengan belajar beladiri, kali ini saya tertarik belajar senjata terutama pisau dan celurit. Saya kali ini mencoba ikut workshop celurit yang diadakan JAMAC (Jakarta Martial Art Center) pimpinan Bang Michael Sahertian yang mengundang Mas Mochammad Amien pendiri Perguruan Chakra V yang mengajarkan silat warisan nenek moyangnya yang berasal dari Keraton Bangkalan, Madura. Terakhir saya mengikuti acara Wira Mandalika, semacam short course selama 3 hari (28-30 januari 2016) yang diadakan di surabaya. Dari beliau saya juga mendapatkan satu filosofi yang luar biasa, bahwa ujian utama dari beladiri bukanlah dari berapa jurus yang kita hafal, tapi seberapa siap kita menghadapi real condition. Mau bisa ribuan jurus tapi perut bolong ketusuk pisau gak ada manfaatnya koleksi jurus tersebut.

Para teman-teman yang ingin belajar beladiri tanpa guru, saya cuma ingin sampaikan, walaupun mungkin dan bisa saja anda belajar bela diri tanpa guru, tapi beladiri bukan cuma memukul atau mengalahkan orang lain, tapi lebih dari itu. Berinteraksi dengan guru adalah berhubungan dengan manusia, yang membutuhkan seni tersendiri. Berapa banyak orang yang hebat dan pandai tapi tidak bisa menempatkan diri di hadapan orang lain, gagal berkomunikasi dan menyampaikan maksudnya pada orang lain dengan cara baik dan benar? Belajar ke banyak guru akan membuat anda terampil dalam berakhlaq di samping itu guru yang baik juga akan mengarahkan anda menjadi orang yang lebih baik, apa itu dapat anda dapatkan via youtube atau buku? Saya dapat menceritakan sifat-sifat guru-guru saya, hal-hal baik dan berkesan dengan mereka, apa itu anda dapatkan melalui perantara media sosial? Saya belajar Thifan Po Khan selama 4 tahun, sampai hari ini pun saya bisa ceritakan berapa panjang jenggot ustadz Pupu Marfudin guru saya. Saya masih dapat mengingat dengan jelas berbagai ungkapan2 nyeleneh beliau tentang jurus, misalnya, "asal gak jadi dosa gak masalah, yang dosa kalo gak shalat.."

Hal berikutnya yang hendak saya sampaikan adalah perkataan al Imam asy Syafi'i tentang syarat-syarat menuntut ilmu, yaitu adalah 6 perkara:
1. Dzaka (cerdas)
2. Hirsh (kemauan yang kuat)
3. Shabr (Sabar)
4. Bulghah (biaya/ongkos)
5. Irsyadu Ustadz (petunjuk dan bimbingan guru)
6. Thulu Zaman (waktu yang panjang)

Ringkasnya ilmu apapun yang ingin anda pelajari wajib punya 6 hal di atas termasuk di antaranya adalah keberadaan seorang guru yang mampu memberi koreksi pada murid. Bisa kita lihat atlet-atlet papan atas dunia seperti Mike Tyson dan Tiger Wood mereka semuanya memiliki pelatih. Apa pelatih mereka pasti lebih hebat dari mereka? Pelatih Mike Tyson adalah Cus D'Amato yang meninggal dunia di usia 77 tahun. Apakah Cus D'amato lebih kuat pukulannya dibandingkan Mike Tyson, saya yakin dan percaya Mike Tyson jauh lebih bagus dari Cus D'amato, buktinya Mike Tyson adalah juara dunia tinju di 3 badan tinju dunia saat itu. Sedangkan Cus D'amato sendiri hanyalah petinju amatir yang tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di ring profesional, hal ini karena beliau menderita cedera mata yang didapatnya saat perkelahian jalanan. Tapi walaupun demikian, sehebat apapun Mike Tyson dia tidak pernah bisa melihat kekurangannya sendiri saat berlatih dan bertanding, hal itu hanya dapat dilakukan oleh orang lain dan orang itu kita namakan guru.

Dalam beladiri apalagi seni internal amat memperhatikan detail, terkadang detail sederhana soal meletakkan jari pada toya atau pedang, bagaimana mendapatkan posisi tulang punggung yang benar dalam zhan zhuang, di titik mana tumpuan kaki saat berdiri, bagaimana merasakan tenaga pegas seluruh tubuh, posisi dagu, sendi mana yang di-strecht, bagian tubuh mana yang kosong atau isi dan bahkan pikiran seperti apa yang harus dibentuk saat latihan, itu semua tidak dapat dipelajari via youtube atau buku. Kalaupun bisa dijelaskan, namun tidak ada yang menjamin apa yang telah kita kerjakan benar-benar telah sesuai dengan standar sang guru.

Sebelum belajar taiji aliran chen melalui guru saya pernah coba-coba belajar sendiri lewat youtube, dan setelah saya belajar lewat guru, ternyata apa yang saya pngahami 180 derajat berbeda dengan apa yang menjadi standar keilmuan taiji aliran chen. Gerakan tubuh boleh sama, tapi detail gerakan, apa yang hendak dituju oleh gerakan itu dan bagaimana mencapainya serta visualisasi apa yang diharapkan, itu semua cuma bisa dijelaskan oleh guru. Apalagi aliran chen sendiri sudah melahirkan banyak sekali sub aliran seperti practical method, hulei dll yang masing-masing memiliki detail yang berbeda. Kalau tidak berbeda untuk apa ada sub aliran, cukup dengan aliran mainstream saja.

Saya lalu berpikir dari mana datang ide belajar bela diri tanpa guru? Apa karena kemajuan teknologi yang semuanya didapat dengan instant, mau tutorial anu, tinggal download di youtube, ingin tau sesuatu tingga tanya Mbah Google, kalau mau kerenan dikit beli buku di Amazon. Semua hal di atas pernah saya lakukan semua dan ternyata itu semua cuma koleksi saja. Sudah pernah liat di youtube bukan berarti anda akan sejago orang yang mempraktekkan hal tersebut, sudah beli buku pun bukan berarti seluruh rahasia perguruan anda pegang.

belajar bela diri
belajar bela diri


Apa justru karena film-film bela diri yang menampilkan singkatnya waktu pembelajaran sang jagoan yang cuma beberapa menit di film? Atau karena adanya film-film dan informasi sesat tentang belajar ilmu anu dari jarak jauh? Saya punya pengalaman pribadi dapat inbox dari seorang siswa SMU di daerah jawa tengah yang ingin belajar ilmu silat harimau dari jarak jauh, tidak perlu ketemu guru tapi bisa jurus harimau. Anak ini salah alamat, dipikirnya karena saya belajar silat kemudian harus bisa gaul sama bangsa jin. Kalau dukun, saya tahu ada yang bisa, ada yang ngaku bisa transfer ilmu ajian Serat Jiwa seperti yang dimiliki Prabu Brama Kumbara.. hehehe..

Sebagai penutup saya hendak berwasiat pada kalian, kalau ada orang yang mengaku bisa mengajar kalian dari jarak jauh, ketahuilah mereka adalah dukun dan ketahui pula bahwa mereka adalah penipu besar yang ingin mengambil keuntungan sesaat dari kebodohan kalian. Selamanya kalian tidak akan pernah bisa beladiri. Mungkin kalian bisa dibuatnya kebal, tapi apa mata kalian tahan colokan jari? Kalian hanya akan makin bodoh dengan mempercayai mereka. Ketahuilah dengan guru yang kompeten saja belum tentu kalian berhasil belajar apalagi hanya melalui perantaraan tukang kibul. Sebaiknya siapkan 6 syarat dari Imam Syafi'i jika kalian hendak belajar apapun, karena dengan jalan itulah ilmu yang sejati dapat kalian peroleh.
Advertisement
belajar bela diri | Blogger Pabrik Tas Ransel | 5

0 comments:

Post a Comment